Breaking News
recent

Sering Dijadi Tempat Maksiat, Publik menolak tempat karoke diwilayah Kebumen


Karena dianggap sebagai biang maksiat, sejumlah elemen masyarakat menolak keberadaaan penyedia jasa karaoke di Kabupaten Kebumen. DPRD Kebumen yang sedang membahas raperda tentang penyelenggaraan pariwisata diminta agar tidak meloloskan pasal yang memasukan karaoke sebagai salah satu destinasi wisata.

Pasal yang dipermasalahkan pada draf raperda dimaksud yaitu pada pasal 17 ayat (1) bidang usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi. Meliputi jenis usaha gelanggang rekreasi olahraga, gelanggang seni, wisata ekstrim, arena permainan, taman rekreasi, karaoke dan jasa impresariat/promotor. Jenis hiburan karaoke inilah yang ditolak sejumlah masyarakat.

Ketua Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Kebumen Ny Dede Siswoyo, mengatakan maraknya tempat karaoke mendongkrak angka HIV/AIDS di Kabupaten Kebumen. Bahkan di Jawa Tengah Kabupaten Kebumen merupakan kabupaten dengan jumlah penderita HIV/AIDS tertinggi.

"Maksiat memang bisa terjadi dimana saja tapi jika tidak ada karaoke maka para suami dan anak tidak akan kesana," kata Ny Dede Siswoyo, pada public hearing Raperda Penyelenggaraan Pariwisata dan Raperda tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Kebumen Tahun 2017-2025, di Ruang Paripurna DPRD, belum lama ini.
Penolakan juga disampaikan oleh Ketua Forum Umat Islam (FUI) Kabupaten Kebumen, Ahmad Yunus. Secara tegas Yunus menolak dimasukannya karaoke ke dalam draf raperda penyelenggaraan pariwisata. "Saat Pilkada dulu saya mendukung bupati yang sekarang karena memiliki visi agamis. Saya sangat kecewa dengan dimasukkannya pasal tentang karaoke," tegasnya.

Kepala Desa Lembupurwo, Kecamatan Mirit, Bagus Wirawan, juga berpendapatan sama. Menurutnya, hampir seratus persen warga yang sering ke tempat karaoke bermasalah dengan keluarganya. Sedangkan, peserta public hearing lainnya Sri Winarti, tak hanya mempermasalahkan keberadaan tempat karaoke. Tetapi meminta DPRD Kebumen juga tidak meloloskan spa, kafe dan bar pada raperda penyelenggaraan pariwisata.

"Kita membuat aturan untuk kesejahteraan rakyat. Kita memang bukan negara Islam, tapi sila pertama Pancasila ketuhanan Yang Maha Esa. Semua aspek pembangunan harus mengedepankan nilai agama," ujarnya geram.

Meski ada sejumlah elemen masyarakat menolak, tetapi pendapat berbeda disampaikan oleh pengusaha muda asal Gombong Herwin Kunadi. Herwin menilai praktik maksiat bisa dilakukan dimana saja. Bukan hanya di tempat karaoke, kafe maupun spa. "Jika setiap investasi dipersulit maka kebumen tidak akan pernah maju," ucapnya.

Setelah mendapat penolakan, Pansus II DPRD pembahas raperda penyelenggaraan pariwisata dan raperda tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan Kabupaten Kebumen Tahun 2017-2025, belum menyelesaikan pembahasannya. Padahal Pansus II membahas dua raperda ini sejak 24 Oktober 2016 lalu. Harusnya Pansus II menyampaikan laporannya dihadapan Rapat Paripurna DPRD pada Jumat (24/2) pekan lalu. 

Pansus II baru dapat melaporkan hasil pembahasan terhadap raperda  tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan Kabupaten Kebumen Tahun 2017-2025.
Sedangkan pembahasan terhadap raperda tentang penyelenggaraan pariwisata, masih belum selesai dibahas. "Masih dalam proses dalam rangka menindaklanjuti saran pendapat dan masukan dalam rapat dengar pendapat umum. Masih harus dikonsultasikan lebih lanjut," kata juru bicara Pansus II Budi Puspita, membacakan laporannya.

Tidak ada komentar:

Terima kasih telah memberi masukan dengan sopan.

Diberdayakan oleh Blogger.